Penyakit tungro
hanya terjadi pada musim hujan (Roja, 2009).
Tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda, yaitu Rice
Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan Rice Tungro Spherical Virus (RTSV)
yang keduanya ditularkan oleh wereng hijau (Nephotettix virescens) secara
semi persisten (Hibino and Cabunagan 1986 dalam Praptana & Yasin,
2008). RTBV dan RTSV hanya dapat
ditularkan oleh vektor wereng hijau (Nephotettix sp.) yaitu Nephotettix
virescens, N. nigropictus, N. malayanus, dan N. parvus terutama N.
virescens (famili Cicdellidae ordo Hemiptera) secara semi presisten dan
tidak berkembang pada tubuh wereng hijau dan hanya tinggal sementara.
Gejala utama penyakit tungro tampak pada perubahan warna pada daun muda menjadi kuning orange mulai dari ujung daun, jumlah anakan berkurang, tanaman kerdil dan pertumbuhannya terhambat. Gejala penyakit tersebar mengelompok, hamparan tanaman padi terlihat seperti bergelombang karena adanya perbedaan tinggi tanaman antara tanaman sehat dan yang terinfeksi. Tanaman muda lebih rentan. Pada varietas tertentu sering gejala tungro menghilang setelah beberapa lama dan muncul kembali pada anakan atau turiang (Hibino 1987 dalam Faisal dan Ladja, 2010).
Gejala utama penyakit tungro tampak pada perubahan warna pada daun muda menjadi kuning orange mulai dari ujung daun, jumlah anakan berkurang, tanaman kerdil dan pertumbuhannya terhambat. Gejala penyakit tersebar mengelompok, hamparan tanaman padi terlihat seperti bergelombang karena adanya perbedaan tinggi tanaman antara tanaman sehat dan yang terinfeksi. Tanaman muda lebih rentan. Pada varietas tertentu sering gejala tungro menghilang setelah beberapa lama dan muncul kembali pada anakan atau turiang (Hibino 1987 dalam Faisal dan Ladja, 2010).
gejala tungro |
Menurut Wathanakul
dan Weerapat (1969) dalam Widiarta (2005) masa terpanjang vektor mampu
menularkan virus adalah 6 hari. Persentase
tanaman terinfeksi tungro yang tinggi pada musim hujan (Desember hingga April)
bertepatan dengan kepadatan populasi wereng hijau yang tinggi pada periode yang
sama. Sebaliknya pada musim kemarau (Mei
sampai November), persentase tanaman terinfeksi tungro yang rendah bertepatan dengan
kepadatan populasi wereng hijau yang lebih rendah daripada musim hujan. Aktivitas pemencaran wereng hijau dapat ditekan
dengan menggunakan jamur entomopatogen seperti Beauveria bassiana dan
Metharizium anisopliae (Widiarta dan Kusdiaman 2002 dalam Widiarta, 2005),
menggunakan pestisida nabati sambilata dengan pelarut metanol teknis (Kusdiaman
dan Widiarta, 2008), menanam varietas tahan tungro yaitu Tukad Unda, Tukad
Balian, Tukad Petanu, Bodoyudo, dan kalimas (Muis, 2007), dan dipadukan dengan
pengendalian terpadu yang lain misalnya pengolahan lahan diperbaiki, pengairan
yang baik dan lain-lain.
Semoga bermanfaat,,,
# referensi masih
banyak yang bersumber A dalam B, sahabat bisa mencari sumber aslinya supaya
kalau untuk keperluan pendidikan tidak terlalu banyak “dalam”.hehe.
Referensi:
Faisal dan F.
T. Ladja. 2010. Tungro : permasalahan dan strategi pengendalian. Prosiding
Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi
Selatan, 27 Mei 2010. Hlm 114 – 117.
Kusdiaman, D
dan I. N. Widiarta. 2008. Efikasi lapang efek sambilata terhadap wereng hijau
vektor virus untuk pengendalian penyakit tungro padi. Jurnal Agrikultura.
19(1): 26 – 36.
Muis, A. 2007. Pengelolaan
penyakit tungro secara terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tengah. 2 hlm.
Praptana, R. H
& M. Yasin. 2008. Peranan bioteknologi dalam pengelolaan penyakit tungro. Iptek
Tanaman Pangan. 3(1): 98-111.
Roja, A. 2009.
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) pada padi sawah. (Makalah).
Makalah disampaikan pada Pelatihan Spesifik Lokalita Kabupaten 50 Kota Sumatera
Barat, Payakumbuh, 7-18 Oktober 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Barat. 22 hlm.
Widiarta, I. N.
2005. Wereng hijau (Nephotettix virescens Distant): dinamika populasi
dan strategi pengendaliannya sebagai vektor penyakit tungro. Jurnal Litbang
Pertanian. 24(3): 85 – 92.