Lampung merupakan salah satu pusat pengembangan
lada di Indonesia. Namun, pada budidaya
lada tidak terlepas dari organisme pengganggu tanaman salah satunya penyakit
tanaman. Tahun 1885, penyakit busuk
pangkal batang lada pertama kali ditemukan di Lampung. Penyebab
penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) pada tanaman lada yaitu Phytophthora
capsici Leon.
Drenth dan Guest (2004a) dalam (Wahyuno, dkk., 2010) menyebutkan beberapa karakteristik spesies Phytophthora yang membuatnya efektif sebagai jamur parasit pada tanaman adalah: 1) memiliki bentuk zoospora, klamidospora, dan oospora (bentuk bertahannya dilapang (Wahyuno, 2009)) dalam siklus hidupnya, 2) mampu bereproduksi (menghasilkan zoospora) dalam waktu 3 – 5 hari sehingga mendorong terjadinya multisiklus, 3) zoospora bergerak aktif menuju perakaran tanaman, 4) mudah tersebar jauh melalui percikan air hujan, air irigasi, dan udara, 5) dapat bertahan di luar jaringan tanaman sebagai klamidospora atau oospora, 6) terbatasnya jenis fungisida yang efektif, dan 7) berkembang cepat pada musim hujan.
Patogen tersebut dapat menyerang seluruh bagian tanaman namun
serangan pada pangkal batang atau akar merupakan serangan yang paling berbahaya
karena mengakibatkan kematian tanaman dalam waktu singkat (sebabnya terkenal
dengan sebutan penyakit busuk pangkal batang). Pada
dasarnya, P. capsici merupakan patogen tular tanah dengan habitat
utamanya didalam tanah, namun patogen ini mudah ditularkan melalui percikan air
hujan. Hal tersebut yang disinyalir
penyebaran penyakit melalui daun. Gejala
khas pada daun yaitu adanya serat-serat hitam pada sekeliling tepi bercak yang
akan tampak jelas bila daun diarahkan ke cahaya.
Drenth dan Guest (2004a) dalam (Wahyuno, dkk., 2010) menyebutkan beberapa karakteristik spesies Phytophthora yang membuatnya efektif sebagai jamur parasit pada tanaman adalah: 1) memiliki bentuk zoospora, klamidospora, dan oospora (bentuk bertahannya dilapang (Wahyuno, 2009)) dalam siklus hidupnya, 2) mampu bereproduksi (menghasilkan zoospora) dalam waktu 3 – 5 hari sehingga mendorong terjadinya multisiklus, 3) zoospora bergerak aktif menuju perakaran tanaman, 4) mudah tersebar jauh melalui percikan air hujan, air irigasi, dan udara, 5) dapat bertahan di luar jaringan tanaman sebagai klamidospora atau oospora, 6) terbatasnya jenis fungisida yang efektif, dan 7) berkembang cepat pada musim hujan.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan fungisida
bersifat sistemik (berbahan aktif Fosetyl-A1 & phosphonat). Bahan aktif tersebut disinyalir dapat
mematikan zoospora. Penggunaannya yaitu
dengan cara merendam akar primer bibit lada yang akan ditanam. Fungisida tersebut dapat digunakan sebgai
pengendali jamur kelompok Oomycetes. Penanaman
bawang putih disekitar tanaman lada juga dapat menghambat perkecambahan
zoospora. Pemanfaatan Trichoderma & Mikoriza arbuskula dalam pembibitan pun dapat menekan perkembangan patogen. Penggunaan varietas yang toleran terhadap
penyakit seperti LDK (Lampung Daun Kecil) & Chunuk. Rotasi tanam dengan tidak menanam tanaman daun
kupu-kupu, kakao, sirih, lada, & kacang kara, karena tanaman ini merupakan
inang dari P. capsici. Dan
pengendalian terpadu (memadukan pengendalian baik kimia, kultur teknis, hayati,
varietas tahan, dan lainnya).
Referensi:
Bande,
L. O. S. 2010. Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada: Karakterisasi Variasi Dan
Deteksi Dini Phythopthora capsici Leonian. (Laporan Akhir Kegiatan
Penelitian Hibah Disertasi Doktor). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 3
hlm.
Wahyuno,
D., D. Manohara, & D. N. Susilowati. 2007. Variasi morfologi dan virulensi
Phythopthora capsici asal lada. Buletin Plasma Nutfah
13(2):
70 – 81.
Wahyuno,
D. 2009. Pengendalian terpadu busuk pangkal batang lada. Perspektif 8(1):
17 – 29.
Wahyuno,
D., D. Manohara, S. D. Ningsih, & R. T. Setijono. 2010. Pengembangan
varietas unggul lada tahan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh
Phythopthora capsici. Jurnal Litbang Pertanian 29(3): 86 – 95.