Sunday 4 January 2015

Penyakit Bulai pada Jagung



Penyakit ini umumnya  menyerang tanaman jagung varietas rentan hama penyakit dan umur muda (1 – 2 Minggu Setelah Tanam) maka kehilangan hasil akibat infeksi penyakit ini dapat mencapai 100% (Puso).  Nah, penyebabnya adalah jamur Peronosclerospora spp.  Spesies jamur yang berkembang di Indonesia antara lain yaitu P. Maydis, P. Philippinensis, dan P.sorgi.

Gejala khas bulai adalah adanya warna klorotik memanjang sejajar tulang daun dengan batas yang jelas antara daun sehat.  Pada daun permukaan atas dan bawah terdapat warna putih seperti tepung dan ini sangat jelas pada pagi hari.  Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat, termasuk pembentukan tongkol, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun menggulung dan terpuntir serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan. Di waktu pagi hari pada sisi bawah daun terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium.  Konidium yang masih muda berbentuk bulat, dan yang sudah masak dapat menjadi jorong, dengan ukuran 12 – 19 x 10 – 23 μm dengan rata-rata 19,2 x 17,0 μm untuk P. maydis sedangkan untuk P. philippinensis ukuran konidiofornya 260 – 580 μm, konidiumnya berukuran 14 – 55 x 8 – 20 μm dengan rata-rata 33,0 x 13,3 μm.  Adanya benang-benang cendawan dalam ruang antarselnya maka daun-daun tampak kaku, agak menutup, dan lebih tegak (Semangun, 2004;Surtikanti, 2012).  Tanaman waktu terinfeksi masih sangat muda, biasanya tanaman tidak membentuk buah, tetapi bila terjadi pada tanaman yang lebih tua tanaman dapat tumbuh terus dan membentuk buah.  Buah yang terbentuk sering mempunyai tangkai yang panjang, dengan kelobot yang tidak menutup pada ujungnya, dan hanya membentuk sedikit biji.  Bila cendawan didaun terinfeksi pertama kali tidak dapat mencapai titik tumbuh, gejala hanya terdapat pada daun-daun sebagai garis-garis klorotik, yang disebut juga sebagai gejala lokal (Semangun,1968;Semangun, 2004;Surtikanti, 2012).

Jamur ini bersifat obligat (hanya dapat hidup pada jaringan tanaman hidup) dan tidak dapat bertahan hidup pada sisa tanaman mati, dan tidak terdapat tanda-tanda bahwa jamur bertahan dalam tanah.  Badan Litbang Pertanian (2012) menyebutkan bahwa proses infeksi Peronosclrospora spp. dimulai dari konidia jatuh dan tumbuh di permukaan daun jagung serta berkembang membentuk appressoria lalu masuk ke dalam jaringan tanaman muda melalui stomata, selanjutnya terjadi lesion lokal dan berkembang sampai ke titik tumbuh, menyebabkan infeksi sistemik sehingga terbentuk gejala bulai.

Jika jamur tersebut obligat, kok masih bisa muncul tiap nanem jagung?  Sahabat perlu tahu bahwa jamur tersebut memiliki inang alternatif untuk bertahan hidup.  Menurut Badan Litbang Pertanian (2012) beberapa jenis inang alternatif penyakit bulai selain tanaman jagung di antaranya adalah Avena sativa (oat), Digitaria spp.(jampang merah), Euchlaena spp.(jagung liar), Heteropogon contartus, Panicum spp.(jewawut), Setaria spp., Saccharum spp., Sorghum spp., Pennisetum sp., dan Zea mays.

Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1.    Periode bebas tanaman jagung selama periode 2 – 4 minggu.
2.    Penanaman secara serempak selesai dalam waktu 1 – 2 minggu.
3.    Eradikasi (pencabutan) tanaman terserang penyakit bulai disekitar lokasi yang akan ditanami jagung.
4.    Penanaman varitas jagung yang tahan terhadap penyakit bulai seperti BISI-8-16, BMD-2, dan BIMA-3 (Wakman, 2008), Bima2, Bima5, dan Bima10 (Talanca, 2011), surya, Lagaligo, Sukmaraga, dan varietas hibrida P 12, P 10, P9 dan P5  (Soenartiningsih dan A. Talanca, 2010).
5.    Penanaman jagung pada awal musim hujan memungkinkan tidak adanya serangan bulai, ini diduga karena setelah musim kemarau tanaman yang mungkin menjadi inang bulai di lapangan tidak ada, sehingga potensi menyebarnya juga rendah (Pakki, dkk, 2005).
6.    Pemanfataan fungisida nabati yaitu ekstrak daun seraiwangi (Sekarsari, dkk, 2013).

Nah, itulah coretan tentang penyakit bulai pada jagung.  Semoga bermanfaat sahabat,,,

Referensi:

Badan Litbang Pertanian. 2012. Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung dan Teknik Pengendaliannya. (Sinartani Edisi 25-31 Januari 2012 No.3441 Tahun XLI). 4 hlm.

Surtikanti. 2012. Penyakit bulai pada tanaman jagung. Superman : Suara Perlindungan Tanaman. 2(1): 41 – 48.

Wakman, W. 2008. Pengendalian penyakit bulai pada jagung di Bengkayang KalBar. (Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008). 7 hlm.

Talanca, A. H. 2011. Reaksi beberapa varietas jagung hibrida terhadap penyakit bulai. (Seminar Nasional serealia 2011). Balai Penelitian Tanaman Serealia. 4 hlm.

Pakki, S., A.H Talanca, dan Gusnawaty. 2005. Sebaran penyakit bulai (Peronosclerospora sp.) pada beberapa sentra pertanian jagung di Sulawesi Selatan. (Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005). 7 hlm.

Soenartiningsih dan A. Talanca. 2010. Penyebaran penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) pada jagung di kabupaten Kediri. (Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010). 5 hlm.

Sekarsari, R. A., J. Prasetyo, dan T. Maryono. 2013. Pengaruh beberapa fungisida nabati terhadap keterjadian penyakit bulai pada jagung manis (Zea mays saccharata). J. Agrotek Tropika. 1(1): 98 – 101.

Gejala penyakit bulai pada tanaman jagung